sunset

sunset

Sunday 9 September 2012

Setu Babakan yang (Tidak) Gratis



Setu Babakan merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Jakarta. Kebudayaan Betawi dan keindahan pemandangan setu atau danau merupakan daya tarik utama dari tempat ini. Namun, hati-hati jika Anda berkunjung ke sini, apalagi jika Anda bukan orang Betawi asli, bahaya karena berwisata di sini bisa menguras kantong Anda. Lho bukannya masuk Setu Babakan itu gratis ? Memang, tapi Anda tidak akan tahan untuk tidak melakukan wisata kuliner di sini hehe..

Di Setu Babakan ini banyak sekali dijajakan makanan khas Betawi, di antaranya :
1. Buah Kecapi
Sekilas, Buah Kecapi ini mrip dengan bola tenis karena bentuknya yang bulat dan warna kuningnya serta ukurannya yang menyerupai bola tenis. 

Buah ini berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kuning saat telah matang. Rasa buahnya ada yang asam dan ada yang manis, Namun, rata-rata manis jika memang sudah benar-benar matang. Biji buahnya lumayan besar, namun karena daging buahnya menempel dengan erat di bijinya, tak jarang banyak orang yang juga memakan dengan cara menelan juga bijinya. #ini yang saya lakukan pas dulu kecil, tapi sekarang mah karena takut bantu ginjal jadinya ga lagi :p. 

Yah, ini bukan kali pertama saya memakan buah kecapi ini, karena waktu kecil saya juga tinggal di sekitar warga Betawi di daerah Kalimalang, Bekasi Timur. Namun, entah karena saya selalu tidak sabar untuk memakan kecapi muda atau karena pohon yang ada menghasilkan jenis kecapi tertentu sehingga saya jarang menemukan kecapi yang rasanya manis. Nah, baru di Setu Babakan inilah saya mendapatkan buah kecapi yang sangat manis dan daging buah yang pulen ini #halah :)

2. Kerak telor
Memang sih saat ini banyak dijumpai kerak telor di daerah-daerah lain selain Betawi, Bandung misalnya. Di gerbang depan maupun belakang kampus saya di Bandung, ada penjual kerak telor. Entah mamang itu benar-benar orang Betawi yang mengekspansi penjualan ke Kota lain atau orang non-Betawi yang berupaya mencari peruntugan dengan menjual kerak telor di Bandung.

Saya pernah membeli kerak telor waktu di Bandung sana namun karena penasaran untuk mencicipi memakan kerak telor asli di daerah Betawi maka akhirnya saya pun memesan satu buah kerak telor dengan telor bebek bahkan agar rasanya mantep :) .


Informasi dari Bapak penjual kerak telor ini bahwa ternyata kerak telor dan gerobaknya sudah sering muncul di TV, terhitung 4 stasiun TV bapak ini sebutkan. Hmm, tapi ga tau juga, toh kalopun saya sedang menyaksikan liputan tentang setu babakan ini yang saya fokusi adalah kerak telornya bukan penjualnya, kecuali kalo yang bikin kerak telor ini masterchef Juna :p

#Nama Bapak Penjualnya Pak Sukri, jadi lain kali kalo nonton liputan tentang penjual kerak telor di setu Babakan bisa cek namanya Bapak ini atau bukan, halah penting bet :p . Padadal penjual kerak telor di sini sangat bejibun

3. Bir Pletok
Bir yang satu ini tidak mengandung alkohol sama sekali namun memiliki fungsi yang sama yaitu menghangatkan badan. Kenapa? karena bir yang satu ini terbuat dari jahe. Rasanya hampir sama saja dengan wedang jahe. 

Bir ini tidak menggunakan bahan pengawet buatan apapun namun bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama, bekisar 6 bulan. Warna cokelat yang dihasilkan pun adalah warna alami dari jenis buah asam. Wangi yang keluar berasal dari kacang Secang (klo tidak salah). Bir ini sangat direkomendasikan untuk diminum karena menyehatkan, menghangatkan dan 100% halal :)

Bir ini dijual dalam botol-botol sirup seperti di samping. Namun untuk meminumnya, kita langsung meminumnya tanpa ditambahkan air lagi seperti layaknya sirup. Langsung diminum sangat enak. Jika Anda suka meminumnya dalam kondisi dingin, maka saya (atas rekomendasi Ibu penjual) menyarankan untuk memasukannya ke dalam lemari es saja, tidak dengan menambahkan batu es. Kenapa? Hasil yang saya minum membuktikan bahwa ketika ditambah batu es maka rasa khas jahe dari bir ini langsung hilang. Jadi, sebaiknya diminum langsung saja :) , tapi jangan ditenggak langsung di botolnya yah,, ambil gelas dulu lah, sabar sedikit dan temukan sensasi rasanya #halah :p

Hmm, masih banyak lagi sebenarnya makanan khas Betawi yang ada di sini, namun saya belum mencicipnya satu per satu, hanya mengabadikannya saja dalam beberapa potret berikut :)

4.  Toge Goreng

5. Ketoprak

6. Rujak Tumbuk

7. Dodol Betawi

8. Laksa

Nah, jadi bagi yang mau main ke setu babakan, jangan sampai Anda tidak menyiapkan uang (banyak) karena akan menyesal jika tidak mencicipi makanan khas Betawi ini :) 

Untuk wahana apa saja yang ada di sini, akan saya ceritakan di cerita selanjutnya, jadi sabar yah :D #padahal ga da yang nungguin :p







Friday 7 September 2012

Jates Mode : On

Jates itu adalah bahasa Jawa untuk menyebut pepaya, eh salah ding itu mah kates :p . Jates itu adalah sebuah istilah bagi orang Sunda untuk menyatakan suatu tindakan ceroboh. Misalnya, jika seseorang diminta untuk mencuci piring oleh Ibunya, namun sering kali saat kegiatan ini berlangsung, satu atau dua piring jadi korban dan pecah. Maksudnya bukan dipecahkan secara sengaja dengan cara dilemparkan misalnya, tapi memang murni unsur ketudaksengajaan. Hal ini berulang-ulang kali terjadi sehingga Ibu tersebut biasanya mengatakan bahwa anak itu seorang yang jates. 

Ada suatu tradisi atau mungkin lebih tepat bila dikatakan sebuah mitos untuk menyembuhkan atau mengurangi kejatesan. Setiap seorang anak jates hendak melakukan cuci tangan, semisal sebelum atau sesudah makan, anak tersebut diminta untuk mencuci tangan dengan air hangat. Entahlah, apa maksudnya. Mungkin agar dengan menjadikan tangan itu hangat maka tangannya menjadi lebih hati-hati. Tapi ga tau ding.

Salah satu di antara anak jates itu adalah saya dan saya pun ketika kecil sering kali melakukan kegiatan cuci tangan dengan air hangat. Saya sih seneng-seneng aja, secara kan lumayan tangannya jadi hangat hehe... Namun, apakah kejatesan saya berkurang? Hmm, entahlah. Tapi jika jates hanya didefinisikan sebagai seseorang yang sering memcahkan piring sepertinya saya telah dieliminasi dari anak jates ini. Saya jauh lebih berhati-hati sekarang saat cuci piring. Namun, jika jates itu adalah ceroboh dan sering melukai diri sendiri seperti air hangat tersebut tidak menyembuhkan kejatesan. Sering kali saya melukai diri sendiri. Maksudnya bukan melukai sendiri secara sengaja, tapi kembali lagi pada definisi awal , jates = kecerobohan yang tidak disengaja. 

Akhir-akhir ini sepertinya jates saya sedang kambuh #halah :p. Bayangkan saja, tiba-tiba saya melihat memar di kaki. Widih, memar apa ini? saya tidak ngeh apa penyebab memar ini. Ternyata ingat, oh iya kemaren kejedot pintu. Belum lagi, tiba-tiba ada bekas luka gores di kaki juga dan ternyata saya baru ingat itu kegores tanaman hias. Hadeuh, parah bet deh pokoknya. Ga ngerti harus digimanain lagi nih wat menyembuhkan kejatesan ini. Bahaya juga nih kalo keseringan melukai diri sendiri kayak gini.

Adakah yang punya solusi mengurangi kejatesan? :D

Thursday 6 September 2012

Jakarta Tempo Doeloe

Kalo Bandung punya Braga, maka Jakarta punya kawasan Kota Tua untuk melihat dan menikmati suasana Indonesia Tempo Doeloe. Bangunan-bangunan sisa masa penjajahan Belanda (mungkin) yang banyak berdiri di kawasan ini. Saat ini, kebanyakan di antara bangunan-bangunan tersebut dijadikan sebagai Gedung Museum. Dua di antaranya adalah museum Fatahillah dan Museum Wayang
Museum Fatahillah
Museum Wayang

Jika tertarik untuk merasakan bagaimana menjadi None-None atau juga Kompeni Belanda saat jaman penjajahan, kita dapat menyewa sepeda di sini. Kenapa saya mengatakan merasakan menjadi None atau kompeni dengan naik sepeda di kawasan ini? Karena selain suasana dan bangunan di sini sisa peninggalan jaman Belanda, kita juga dapat mengenakan topi khas None dan Kompeni :) .
Sepeda Kompeni :p
Seperti yang kita tahu, bahwa Jakarta Tempo Doeloe dikenal dengan nama Batavia, dan mungkin tempat makan di sini mencerminkan juga bagaimana tempat makan di Jakarta saat dahulu masih bernama Batavia. Seperti apa yah makanan yang dijajakan di sini?
Untuk kunjungan kali ini, seperti kebiasaan saya : ngedadak dan tana persiapan sehingga memang tidak mempersiapkan diri untuk jalan-jalan. Jadi sepertinya akan sangat menarik jika berkunjung ke sini lagi suatu saat bersama keluarga atau teman. Sepertinya seru naik sepeda tandem ala None dan Abang Kompeni sambil menikmati Jakarta Tempo Doeloe :)