sunset

sunset

Sunday 10 April 2011

Dua Belas Ipa Tilu

Dua belas Ipa Tilu (tiga) adalah nama kelas yang saya huni saat masa SMA di SMAN 1 Leles, Garut. Kelas yang dihuni hanya oleh 36 siswa (26 siswi dan 10 siswa) . Semua siswa di kelas ini berasal dari kelas yang sama saat di kelas XI, XI IPA 3. Telah berada di kelas yang sama selama satu tahun membuat kami kompak di kelas XII. Kompak dalam hal apa??sepertinya kompak dalam melakukan kenakalan-kenakalan :-p. Ketua Kelas kami adalah mantan Ketua OSIS, walaupun begitu ini tak menjamin suasana kelas dapat terkendali dengan mudah menggunakan skill kepemimpinannya. Bagaimana tidak, jika justru dialah yang terkadang menjadi otak keonaran.

Dari 4 kelas Ipa yang ada di sekolah, Ipa tilu ini terkenal agak badung di kalangan para guru dan siswa-siswa lainnya. Entah dari mana datang nya stereotif ini karena di kelas tidak ada yang merasa begitu,,(ya iyalah mana ada penjahat ngaku :-p ). Akan tetapi justru karena telah ada label itu, kami pun seolah berani untuk melakukan kebadungan- kebandungan lainnya.

Gambar di atas adalah salah satu hasil kebadungan yang kami lakukan. Gambar ini dibuat di dinding bagian belakang kelas kami.Gambar yang dibuat dengan menggunakan pilox sangat tebal sehingga akan sulit untuk dihilangkan.
Saat kelas-kelas lain mengecat dengan sewajarnya, Ipa tilu justru membuat gambar yang menggegerkan warga sekolah. Bagaimana tidak, gambar ini justru membuat kelas seolah terkesan tempat kumpulnya berandalan bukan tempat belajar. Tapi bukankah tujuan pendekoran ulang ini adalah agar siswa lebih nyaman berada di kelas?? Kalau kami merasa ini akan membuat kami nyaman, mengapa tidak kami melakukannya??

Apakah ini mendapat persetujuan dari Wali kelas kami?? Hmm, pada akhirnya ya. Bagaimana tidak setuju, jika kami baru memberitahu tentang dekorasi kelas saat kami telah selesai mengecat. Ha..ha.. langkah bagus untuk tidak mendapat pencekalan.

Kecaman, ancaman, cemoohan, permintaan wat mencat ulang pun datang bertubi-tubi pasca proses pengecetan ini. Tapi tak sedikit yang mengacungkan jempol karena kreativitas kami ( horey,,masih ada yang dukung :) ). Satu minggu setelah kejadian ini maka kelas kami seolah menjadi pusat perhatian. Hampir semua warga sekolah menyegaja untuk melihat ruang kelas ini. Bahkan ada siswa-siswa yang foto secara sembunyi-sembunyi setelah pulang sekolah di kelas kami ini. Ckckck berasa jadi studio foto :-P

Walaupun jumlah siswa laki-laki cuma 10, bukan berarti mereka jadi minoritas yang tertindas. Mereka, sesuai kodratnya menjadi pemimpin. Mereka sepertinya sumber onar di kelas, tapi entah mengapa, siswa yang lain (siswa perempuan ) tidak merasa terganggu dengan kenakalan mereka. Mungkin karena kami (siswa perempuan) juga mengikuti jejak mereka untuk menambah keonaran, ha..ha.., entahlah.

Walaupun 10 orang ini terkesan nakal tapi mereka sebenarnya sering melakukan hal-hal yang tidak terduga. Sebut saja aksi mereka untuk puasa sunah hari senin secara bersama-sama atau menyempatkan diri untuk shalat dhuha di sela-sela jam pelajaran. Hmm, tak terduga. Tapi itulah mereka. Kompak.

Saat ada kesempatan, maka kami berupaya untuk tetap menjaga silaturahmi. Kami menyebut kegiatan ini sebagai reuni walaupun sebenarnya agak kurang cocok mengingat intensitasnya yang banyak. Bayangkan saja, dalam tahun pertama setelah lulus, kami melakukan 4 kali acara kumpul-kumpul. He..
Barudak Ipa tilu, iraha atuh urang kumpul deui ?? :)

2 comments:

  1. te enakaen disebut biang keonaran

    ReplyDelete
  2. saha nu nyarios biang keonaran?? abdi cuma nulis "otak" keonaran kok :p

    ReplyDelete